HUKUM MENGANGKAT PEMIMPIN DALAM ISLAM dan KRITERIA PEMIMPIN MENURUT PANDANGAN ISLAM
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Sebentar lagi Indonesia akan melaksanakan Pilpres,namun ada sebagai kelompok yang menyatakan bahwa tidak wajib memilih pemimpin dengan alasan sistem yang digunakan tetap sistem demokrasi. walaupun mereka menggunakan Nash-Nash al-Qur'an maupun Hadits untuk memperkuat argumentasi mereka, namun saya katakan walaupun mereka menjadikan al-Qur'an maupun Hadits sebagai Hujjah mereka dan sebagai penguat argementasi mereka, akan tetapi mereka tidak meletakkan al-Qur'an dan Hadits yang mereka jadikan Hujjah tersebut sesuai dengan tempatnya. Jadi jangan mudah tertipu dengan kelompok-kelompok tertentu, bertanyalah kepada Ulama'.
Dalam setiap pemilihan calon pemimpin di Indonesia, masih banyak umat Islam yang menyia-nyiakan suaranya, sehingga tidak sedikit calon pemimpin Islam yang kalah dalam pertarungan. Padalah, mengangkat pemimpin dalam Islam diperintahkan, baik dalam al-Qur’an maupun Hadits. Dalam Q.S an-Nisa 59 disebutkan bahwa orang-orang Mukmin diperintahkan patuh kepada Allah, Rasul dan penguasa mereka. Perintah patuh ini menunjukkan wajib, untuk melaksanakan perintah ini maka wajib pula memilih pemimpin.
Dalam Hadits riwayat abu dawud diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda : “ Idza kuntum tsalatsah fi safarin fal yu’ammiru ahadahum (Jika ada tiga orang dalam perjalanan, hendaklah mereka menjadikan pemimpin salah seorang diantara mereka). Dalam perjalanan saja diperintahkan agar mengangkat seorang pemimpin, apalagi dalam bermasyarakat dan bernegara, tuntutan perintah mengangkat pemimpin, tentunya lebih besar lagi. Karena itu, para sahabat dan Tabi’in Ijma’ (sepakat) atas wajibnya mengangkat pemimpin atau kepala negara. Kenyataan sosial juga menunjukkan bahwa manusia tidak bisa hidup harmonis tanpa adanya pemimpin yang sah mengatur pergaulan mereka.
Tentang wajibnya mengangkat kepala negara dari masa kemasa sepakat bahwa mengangkat pemimpin hukumnya wajib. Al-Imam al-Bagdadi (w.429 H) berkata : “Sesungguhnya mengangkat imam (pemimpin) adalah suatu fardhu yang wajib”. Al-Imam al-Mawardi (w.450 H) berkata : “kepemimpinan dibuat untuk menggantikan Nabi dalam menjaga agama dan mengatur dunia “. Al-Imam Ibn Hazm (w.456) berkata : “telah sepakat seluruh ahlussunnah, murji’ah, seluruh syi’ah, dan seluruh khawarij atas wajibnya kepemimpinan”. Ibnu Khaldun (w.708) berkata : “sesungguhnya mengangkat pemimpin adalah wajib yang diketahui dalam syara’ dengan ijma’ sahabat dan tabi’in”. Demikian juga para Ulama belakangan semua menyatakan wajibnya mengangkat kepala negara.
Allah SWT berfirman :
لا
يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ
إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ
وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (٢٨)
Artinya :
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi
Pemimpinmu dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena
(siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka, dan
Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya...(Q.S An-Nisa 144),
lihat juga Q.S al-Maidah 51 dan 57.Ketentuan wajibnya mengangkat pemimpin dengan ketentuan-ketentuan tersebut dalam ayat-ayat tersebut berlaku untuk seluruh umat Islam kapan dan dimana saja mereka berada. Ketentuan ini berlaku bagi mereka, baik ketika mereka berada di negeri Islam maupun Sekuler dan bahkan ketika mereka berada ditengah-tengah masyarakat yang tidak beragama sekalipun. Mereka wajib melakukan usaha maksimal dalam rangka memenuhi ketentuan tersebut sekalipun akhirnya tidak berhasil dengan sempurna.
Keterangan ini sejalan dengan Qaidah Fiqh : “ Mala Yudraku Kulluh la Yutraku Kulluh “ (sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna seluruhnya maka tidak boleh meninggalkan secara seluruhnya). Maksudnya, walaupun pemimpin yang sedang bertarung dalam Pilpes tahun ini tidak memenuhi kriteria-kriteria sebagaimana yang diharapkan, karena tidak menjalankan syariat Islam. Akan tetapi bukan berarti karena tidak memenuhi kriteria-kriteria yang diharapkan lantas kita meninggalkannya, yaitu dengan cara golput atau tidak ikut berpartisipasi dalam proses pemilihan pemimpin. Tentu ini sebuah statmen yang sangat fatal sekali kesalahannya.
Kemudian, pemimpin yang bagaimana yang harus kita pilih?
Jawab : Allah SWt berfirman dalam surah An-Nisa 144, bahwasanya Allah Jadda Wa’ala melarang orang-orang mukmin memilih pemimpin dari golongan orang-orang yang kafir. Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkamu Ash-Shulthaniyah mem-berikan kriteria pemimpin yang layak untuk dijadikan pemimpin berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, diantaranya :
1.Islam, maksudnya pemimpin yang layak dipilih itu adalah pemimpin yang beragama Islam, haram hukumnya memilih pemim-pin yang kafir berdasarkan Firman Allah Ta’ala Q.S Al-Imran ayat 28.
2. Baligh, maksudnya adalah me-milih pemimpin itu hendaklah orang yang sudah baligh lagi berakal, karena orang yang belum baligh tidak bisa dijadikan pe-mimpin.
3.Amanah (Jujur).
4. Berilmu, hendaklah pemimpin itu orang yang ‘alim (berilmu, karena pemimpin itu merupakan-
Penerus ke-Nabian dalam hal memelihara Agama (Irasuddin) dan mengurusi dunia(Siasa-tuddunya), jadi pemimpin itu tidaklah hanya mengurusi APBN, mengurusi APBD, mengurusi jalan rusak dan lain sebagainya, tapi tujuan utama pemimpin adalah memelihara Agama(Irasa-tuddin) dan mengurusi dunia (Siasatuddunya).
5. Kecakapn Pribadi, maksudnya adalah memiliki keberanian untuk menegakkan Syariat Allah SWT demi kemashlahatan Umat.
6. Memiliki kemampuan untuk memimpin, dan yang terakhir adalah Tidak cacat pada anggota tubuh,misalnya lumpuh, buta, tuli, dan bisu. Inilah kriteria pemimpin yang layak untuk dipilih.
Namun permasalahannya pada saat ini masih adakah pemimpin yang sesuai dengan kriteria di atas?
Jawab : Kalau lah tidak ada pemimpin yang sesuai dengan kriteria di atas, minimalnya dia Islam,Baligh, dan tidak anti dengan Islam. Lantas ada sebagaian orang Islam yang berkata, percuma memilih pe- mimpin yang Islam tapi kalau Korupsi juga untuk apa?
Jawab : Kita sebagai hamba Allah hendaklah menjalankan apa yang diperintahkan-Nya, dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya, Allah memerintahkan kita untuk memilih pemimpin yang golongan orang Islam, maka kita ta’atilah perintah itu, kemudian Allah melarang kita memilih pemimpin yang kafir, maka tinggalkanlah, yang terpenting adalah kita sudah menjalankan Perintah dan Larangan Allah, pemimpin itu mau korpusi atau bagaimana itu urusan pemimpin itu dengan Allah, Allah SWT berfirman : Tidaklah diantara kamu menanggung dosa diantara sesamamu. Maksudnya : kita tidaklah menanggung dosanya orang lain, walaupun kita yang memilih pemimpin itu, dan akhirnya pemimpin yang kita pilih itu Korupsi, kita yang memilih tidak akan dikenai dosa orang tersebut, kita sebagai orang yang cerdas hendaklah berfikir realistis, jangan punya pemikiran yang dangkal.
Kemudian timbul lagi masalah, bagaimana hukumnya memilih pemimpin yang pelangi, maksudnya pemimpin Islam yang berpasangan dengan orang kafir, ketuanya Islam wakilnya kafir, bagaimanakah hukumnya?
Jawab : Hukum memilih pe- mimpin yang berpasangan dengan orang kafir, Ketuanya Islam wakilnya Kafir, maka HARAM hukumnya, karena mereka itu adalah satu paket, kalau-lah ketuannya mundur maka wakilnya yang akan maju, maka-
Jadilah orang kafir itu akan memimpin, dan akhirnya kita dipimpin oleh orang-orang kafir. Kejadian beberapa tahun lalu mungkin bisa kita jadikan pelajaran bagaimana ketika kita dipimpin oleh orang yang kafir. Naudzubillah tsumma Naudzubillah....
Kesimpulan :
- Hukum memilih pemimpin adalah WAJIB secara Ijma’.
- HARAM hukumnya GOLPUT karena itu sangat merugikan umat Islam, jangan gara-gara satu orang yang tidak memilih akhirnya orang kafir yang menang.
- HARAM memilih pemimpin yang berpasangan dengan orang kafir.
Wallahu Subhanahu Wata’ala A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar