Minggu, 12 Maret 2017

Bab Haid

Bab Haid

[1]
باب الحيض 
Seorang wanita harus mengetahui bahwa tidak selamanya darah yang keluar dari faraj (kemaluannya) adalah darah haid, yang artinya ia diharamkan berpuasa dan shalat. Namun, adakalanya juga darah yang keluar itu adalah darah istihadhah. Wanita yang beristihadhah tetap wajib shalat dan puasa sekalipun darahnya terus mengalir. Oleh sebab itulah permasalahan haid dan istihadhah bukanlah perkara yang sederhana. Seorang muslimah dituntut untuk mengetahui hal ini dengan detail  demi ke-absahan ibadahnya, terutama ibadah yang berkaitan dengan puasa dan shalat.

ويخرج من الفرج ثلاثة دماء : دم الحيض , والنفاس , والأستحاضة

  Artinya : “Ada tiga darah yang keluar dari kemaluan wanita : darah haid, nifas, dan istihadhah”.

فالحيض هو الدم الخارج من فرج المرأة على سبيل الصحة من غير سبب الولادة , ولونه اسود محتدم لذاع

Artinya : “Maka haid adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dengan cara yang sehat (normal) bukan karena melahirkan, warnanya merah kehitam-hitaman”.

والأستحاضة هو الدم الخارج في غير ايام الحيض والنفاس[2]

   Artinya : “Istihadhah adalah darah yang keluar bukan pada hari-hari haid dan nifas”.

أقل سنه تسع سنين , وأقل يوم وليلة , واكثره خمسة عشر بلياليها. وأقل طهر بين الحيضتين خمسة عشريوما

Artinya : “Sekurang-kurang umurnya 9 tahun, sekurang-kurangnya satu hari satu malam, selama-lamanya 15 hari 15 malam. Dan sekurang-kurangnya suci antara dua haid adalah 15 hari”.

            Penjelasan :
            Secara bahasa haid adalah aliran. Dan menurut istilah syar’i, haid adalah darah yang keluar dari bag ian dalam rahim perempuan setelah baligh disebabkan penyebab alami dan bukan karena penyakit serta keluar pada waktu-waktu tertentu dan dalam keadaan sehat. Menurut pendapat yang ashah[3] darah yang kekuning-kuningan adalah darah haid. Darah haid juga disebut dengan nama haid, tumuts, ‘irak, dhakh, ikbar, i’shar, dan diras.
            Umur perempuan mengalami haid minimal (paling sedikit) adalah 9 tahun. Mengenai permasalahan ini tidak ada batasan yang jelas dalam syari’at yang bisa dijadikaan landasan. Dengan kata lain umur 9 tahun hanyalah perkiraan setelah dilakukan penelitian[4], dan 9 tahun bukan menjadi patokan yang pasti. Jadi, jika sebelum berusia 9 tahun seorang perempuan mengeluarkan darah dalam waktu yang tidak memungkinkan berlakunya masa haid dan suci, maka darah itu bukan darah haid. Berbeda bila ternyata darah itu keluar dalam waktu yang memungkinkan masa haid dan suci, maka darah itu adalah darah haid. Namun, pada umumnya darah yang keluar ketika umur seorang perempuan kurang dari 9 tahun, itu bukanlah darah haid melainkan darah istihadhah.
            Batas minimal waktu berlangsungnya haid adalah sehari semalam secara terus menerus. Sementara itu waktu haid yang paling umum terjadi adalah selama enam sampai tujuh hari. Dan batas maksimal haid adalah 15 hari berdasarkan penelitian, dan ini adalah pendapat yang banyak dipakai.
            Batasan minimal hari-hari suci di antara dua haid adalah 15 hari. Darah haid memang biasanya tidak dapat keluar terus-menerus karena biasanya dalam tiap bulan selalu ada masa haid dan masa suci. Jadi, apabila batas maksimal waktu haid adalah 15 hari, maka batas minimal waktu suci juga 15 hari. Atau jika batas maksimal waktu haid 7 hari, maka batas minimal waktu suci adalah 23 hari. Wallahu a’lam.

ويحرم به ما حرم بالجنابة , وعبورالمسجد ان خافت تلويثة , والصوم ويجب قضاؤه بخلاف الصلاة , وما بين سرتها وركبتها , وقيل لايحرم غير الوطء , فأذ انقطع لم يحل قبل الغسل غير الصوم والطلاق

    Artinya : “dan diharamkan perempuan yang haid sebagaimana yang diharamkan bagi orang yang junub, seperti menyeberangi masjid jika takut darahnya tercecer, puasa dan wajib mengqadhanya berbeda dengan shalat, dan di antara pusat dan dua lututnya, dan dikatakan tidak diharamkan selain berhubungan suami istri, maka apabila berhenti haidnya  ia tidaklah halal (tidak boleh) sebelum mandi  melakukan puasa dan dithalaq (diceraikan)”.

      Penjelasan :
          Apa yang diharamkan bagi orang yang junub, maka diharamkan juga bagi perempuan yang haid. Dari keterangan di atas, bagi perempuan yang haid diharamkan baginya delapan perkara :
  1. Shalat
  2. Puasa
  3. Membaca al-Qur’an
  4. Memegang (menyentuh) dan membawa mushhaf al-Qur’an
  5. Masuk Masjid
  6. Thawaf
  7. Jima’
  8. Bercumbu dengan suami di bagian tubuh yang terletak diantara pusar dan lutut.
Apabila sudah berhenti haidnya, ia tidak boleh berpuasa dan tidak boleh dithalaq sebelum ia mandi.

والله اعلم


[1] Makalah ini disampaikan oleh al-Faqir Sumitra Nurjaya al-Jawiy (Abdullah al-Qurthubi az-Zuhaily) pada Majlis Ta’lim Miftahu al-Khair Halaqah Mahasiswa PAI UNIVA Medan pada tanggal 12 Dzul Qaidah 1435 H, bertepatan tanggal 7 September 2014 di Masjid Nurul Hidayah Jl. Garu II A.
Materi ini merupakan kajian khusus dari kitab :
-         Minhaju al-Thalibin wa ‘Umdatu al-Muftiin oleh al-Imam Abi Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi (w.676 H/1277 M).

[2] Al-‘Allamah al-Qadhi Abi Syuja’ al-Ashfahani (w.488 H/1095 M), Matan Ghayah at-Taqrib, Darul Kutub al-Islamiyyah, h. 16.

[3] Istilah-istilah dalam ilmu fiqh :
-         Qaul Qadim : ijtihad lama bagi imam asy-Syafi'i yang berdasarkan kajiannya dari sumber al-Qur’an dan Hadits Nabi saw atau nash-nash lain,yang pernah dikeluarkan sewaktu beliau menetap di Baghdad (Iraq) pada zaman pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid.
-         Qaul Jadid : ijtihad baru bagi imam Syafi’i yang dikeluarkan di Mesir.
-         Qaul Shahih : ijtihad (pendapat) yang benar, lawannya adalah qaul dha’if atau pendapat yang lemah, yang diputuskan oleh para Ashhab Syafi’i (ulama’-ulama’ pengikut Madzhab Syafi’i) setelah membandingkan antara beberapa pendapat yang ada.
-         Qaul Ashah : pendapat yang lebih dibenarkan dari pendapat-pendapat yang ada. Apabila bertemu semua pendapat-pendapat ini, maka yang dipegang (dipilih) adalah Qaul Ashah.
-          Qaul Azhhar : pendapat yang diunggulkan dari segi pertimbangan Ashhab Syafi’i.
-         Qaul Rajih : pendapat yang diberatkan dari beberapa pendapat-pendapat imam Syafi’i menurut pandangan para Ashhab Syafi’i. Apabila bertemu beberapa qaul (pendapat) yang diberatkan para ulama’, mereka sering mentarjihkan satu di antaranya yang mereka namakan qaul arjah, yaitu kata yang diberatkan, yang kemudian mereka anggap sebagai qaul mu’tamad, yanki pendapat yang dijadikan pegangan.
-         Qaul Dha’if : yaitu pendapat lemah yang tidak boleh diikuti.
Dari mana kita bisa mengetahui mana qaul qadim, qaul jadid, qaul shahih, qaul ashah, qaul azhar, qaul rajih dan qaul dha’if? Jawab : anda tidak perlu bingung. Sungguh, jasa para ulama’ dalam hal ini sangatlah besar sekali. Setiap kita membaca suatu kitab dalam bidang ilmu fiqh, maka para ulama’ tersebut selalu menyebutkan ini qaul azhhar atau ini qaul ashah dan lainnya. Maka atas dasar itulah kita harus berterima kasih dengan para ulama’-ulama’ tersebut karena sudah memberikan kemudahan bagi kita untuk mengetahui qaul-qaul yang ada. Oleh sebab itu, jangan sekali-kali anda merendahkan ulama’, seperti ucapan “ulama’ zaman sekarang tidak ada yang dipercaya”. Ucapan demikian adalah ucapan yang sangat dibenci Allah Jalla wa Azza, dan jangan sekali-kali anda mengatakan bahwa bermadzhab itu tidaklah wajib. Demi Allah, tidaklah seseorang berkata demikian melainkan karena ia adalah orang yang jahil (bodoh) terhadap ilmu.  Kecuali jika tingkatan anda sudah sampai kepada tingkatan mujtahid, maka tidak mengapa anda tidak bermadzhab.

[4] Ghalib-nya (kebiasaannya) bahwa minimal wanita haid berusia 9 tahun setelah dilakukan penelitian oleh para ulama’ dengan cara bertanya langsung kepada para perempuan yang ada pada masa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar